pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.

Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat kontrasespsi memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Prinsip penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:


Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.

Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:


Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

Asas penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

APBN disusun dengan berdasarkan asas-asas:


Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.

Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

Penajaman prioritas pembangunan

Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara

Peran Analis Anggaran[sunting | sunting sumber]

Analis Anggaran adalah PNS yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatan analisis di bidang penganggaran dalam pengelolaan APBN, yang meliputi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Dalam proses perumusan APBN, Analis Anggaran antara lain berperan dalam menganalisis arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional per tema/bidang; menyusun rekomendasi hasil analisis arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional; menguji parameter asumsi dasar ekonomi makro hasil exercise; menyusun rekomendasi hasil pengujian parameter asumsi dasar ekonomi makro; dan menyusun proyeksi perhitungan (exercise) Rancangan APBN.


Daftar Ringkasan APBN[sunting | sunting sumber]


Tahun Anggaran Pendapatan Negara

(Rp)


Belanja Negara

(Rp)


Surplus / Defisit

(Rp)


2021 APBN[4] Penurunan 1.743,6 triliun Kenaikan 2.750 triliun Kenaikan -1.006,3 triliun

2020 APBN Kenaikan 2.233,3 triliun Kenaikan 2.540,4 triliun Kenaikan -307,1 triliun

2019 APBN[5] Kenaikan 2.165,1 triliun Kenaikan 2.461,1 triliun Penurunan -296,0 triliun

2018 APBN[6] Kenaikan 1.894,7 triliun Kenaikan 2.220,6 triliun Penurunan -325,9 triliun

2017 APBN-P[7] Penurunan 1.736,1 triliun Kenaikan 2.133,3 triliun Kenaikan -397,2 triliun

APBN[8] Penurunan 1.750,3 triliun Penurunan 2.080,5 triliun Kenaikan -330,2 triliun

2016 APBN-P[9] Penurunan 1.786,2 triliun Penurunan 2.082,9 triliun Kenaikan -296,7 triliun

APBN[10] Kenaikan 1.822,5 triliun Kenaikan 2.095,7 triliun Kenaikan -273,2 triliun

2015 APBN-P[11] Penurunan 1.761,6 triliun Penurunan 1.984,1 triliun Penurunan -222,5 triliun

APBN[12] Kenaikan 1.793,6 triliun Kenaikan 2.039,5 triliun Kenaikan -245,9 triliun

2014 APBN-P[13] Penurunan 1.635,4 triliun Kenaikan 1.876,9 triliun Kenaikan -241,5 triliun

APBN[14] Kenaikan 1.667,1 triliun Kenaikan 1.842,5 triliun Penurunan -175,4 triliun

2013 APBN-P[15] Penurunan 1.502,0 triliun Kenaikan 1.726,2 triliun Kenaikan -224,2 triliun

APBN[16] Kenaikan 1.529,7 triliun Kenaikan 1.683,0 triliun Penurunan -153,3 triliun

2012 APBN-P[17] Kenaikan 1.358,2 triliun Kenaikan 1.548,3 triliun Kenaikan -190,1 triliun

APBN[18] Kenaikan 1.311,4 triliun Kenaikan 1.435,4 triliun Penurunan -124,0 triliun

2011 APBN-P[19] Kenaikan 1.169,9 triliun Kenaikan 1.320,8 triliun Kenaikan -150,8 triliun

APBN[20] Kenaikan 1.104,9 triliun Kenaikan 1.229,6 triliun Penurunan -124,7 triliun

2010 APBN-P[21] Kenaikan 992,4 triliun Kenaikan 1.126,1 triliun Kenaikan -133,8 triliun

APBN[22] Kenaikan 949,7 triliun Kenaikan 1.047,7 triliun Penurunan -98,0 triliun

2009 APBN-P[23] Penurunan 871,0 triliun Penurunan 1.000,8 triliun Kenaikan -129,8 triliun

APBN[24] Kenaikan 985,7 triliun Kenaikan 1.037,1 triliun Penurunan -51,3 triliun

2008 APBN-P[25] Kenaikan 895,0 triliun Kenaikan 989,5 triliun Kenaikan -94,5 triliun

APBN[26] Kenaikan 781,4 triliun Kenaikan 854,7 triliun Kenaikan -73,3 triliun









HalamanPembicaraan

BacaSuntingSunting sumberLihat riwayat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.[1] APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.


Dasar Hukum APBN[sunting | sunting sumber]

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).


Bunyi pasal 23:

ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.


Struktur APBN[sunting | sunting sumber]

Secara garis besar struktur APBN adalah:


Pendapatan Negara dan Hibah,

Belanja Negara,

Keseimbangan Primer,

Surplus/Defisit Anggaran,

Pembiayaan.

Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:


Pendapatan Negara[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Pendapatan Negara

Berkas:Pendapatan negara Indonesia 2004-2015.png

Pendapatan negara 2004 s.d 2015

Pendapatan negara didapat melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.[2] Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;

kebijakan pendapatan negara;

kebijakan pembangunan ekonomi;

perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;

kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.


Pendapatan Pajak[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Penerimaan Perpajakan

Pendapatan Pajak Dalam Negeri

pendapatan pajak penghasilan (PPh)

pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah

pendapatan pajak bumi dan bangunan

pendapatan cukai

pendapatan pajak lainnya

Pendapatan Pajak Internasional

pendapatan bea masuk

pendapatan bea keluar

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Penerimaan Negara Bukan Pajak

Penerimaan sumber daya alam

penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)

penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)

Pendapatan bagian laba BUMN

pendapatan laba BUMN perbankan

pendapatan laba BUMN non perbankan

PNBP lainnya

pendapatan dari pengelolaan BMN

pendapatan jasa

pendapatan bunga

pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi

pendapatan pendidikan

pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi

pendapatan iuran dan denda

pendapatan BLU

pendapatan jasa layanan umum

pendapatan hibah badan layanan umum

pendapatan hasil kerja sama BLU

pendapatan BLU lainnya

Belanja Negara[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Belanja Negara

Berkas:Perkembangan Subsidi 2004-2015.png

Subsidi 2004 s.d 2015

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


asumsi dasar makro ekonomi;

kebutuhan penyelenggaraan negara;

kebijakan pembangunan;

risiko (bencana alam, dampak krisis global)

kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi.


Belanja Pemerintah Pusat[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Belanja Pemerintah Pusat

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah:


fungsi pelayanan umum

fungsi pertahanan

fungsi ketertiban dan keamanan

fungsi ekonomi

fungsi lingkungan hidup

fungsi perumahan dan fasilitas umum

fungsi kesehatan

fungsi pariwisata

fungsi agama

fungsi pendidikan

fungsi perlindungan sosial

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah


belanja pegawai

belanja barang

belanja modal

pembayaran bunga utang

subsidi

belanja hibah

bantuan sosial

belanja lain-lain

Transfer ke Daerah[sunting | sunting sumber]

Berkas:Transfer ke daerah dan dana desa 2004 - 2015.png

Transfer ke daerah dan dana desa 2004 s.d 2015

Rincian anggaran transfer ke daerah adalah:


Dana Perimbangan

Dana Bagi Hasil

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Dana Otonomi Khusus

Dana Otonomi Khusus

Dana Penyesuaian

Pembiayaan[sunting | sunting sumber]

Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


asumsi dasar makro ekonomi;

kebijakan pembiayaan;

kondisi dan kebijakan lainnya.

Pembiayaan Dalam Negeri[sunting | sunting sumber]

Pembiayaan Dalam Negeri meliputi: rtrttr


Pembiayaan perbankan dalam negeri

Pembiayaan nonperbankan dalam negeri

Hasil pengelolaan aset

Surat berharga negara neto

Pinjaman dalam negeri neto

Dana investasi pemerintah

Kewajiban penjaminan

Pembiayaan Luar Negeri[sunting | sunting sumber]

Pembiayaan Luar Negeri meliputi:


Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek

Penerusan pinjaman

Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN[sunting | sunting sumber]

Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah:


pertumbuhan ekonomi,

nominal produk domestik bruto,

inflasi y-o-y,

rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,

nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,

harga minyak (USD/barel),

produksi/lifting minyak (MBPD),

lifting gas (MBOEPD),

Indikator lainnya:


jumlah penduduk

pendapatan perkapita

tingkat kemiskinan

tingkat pengangguran

Siklus APBN[sunting | sunting sumber]

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.[3] Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima) dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:


Perencanaan dan penganggaran APBN[sunting | sunting sumber]

Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:


penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisis pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi

kebutuhan dananya


Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;

K/L menyusun rencana kerja (Renja);

Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

Rancangan awal RKP disempurnakan;

RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9) RKP ditetapkan.

Tahap penganggaran dimulai dari:


penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);

penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-undang tentang APBN;

penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN[sunting | sunting sumber]

Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.


Pelaksanaan APBN[sunting | sunting sumber]

Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.


Pelaporan dan Pencatatan APBN[sunting | sunting sumber]

Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan tahunnta


Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN[sunting | sunting sumber]

Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.


Fungsi APBN[sunting | sunting sumber]

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.


APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.


Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat kontrasespsi memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Prinsip penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:


Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.

Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:


Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

Asas penyusunan APBN[sunting | sunting sumber]

APBN disusun dengan berdasarkan asas-asas:


Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.

Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

Penajaman prioritas pembangunan

Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara

Peran Analis Anggaran[sunting | sunting sumber]

Analis Anggaran adalah PNS yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatan analisis di bidang penganggaran dalam pengelolaan APBN, yang meliputi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Dalam proses perumusan APBN, Analis Anggaran antara lain berperan dalam menganalisis arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional per tema/bidang; menyusun rekomendasi hasil analisis arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional; menguji parameter asumsi dasar ekonomi makro hasil exercise; menyusun rekomendasi hasil pengujian parameter asumsi dasar ekonomi makro; dan menyusun proyeksi perhitungan (exercise) Rancangan APBN.


Daftar Ringkasan APBN[sunting | sunting sumber]


Tahun Anggaran Pendapatan Negara

(Rp)


Belanja Negara

(Rp)


Surplus / Defisit

(Rp)


2021 APBN[4] Penurunan 1.743,6 triliun Kenaikan 2.750 triliun Kenaikan -1.006,3 triliun

2020 APBN Kenaikan 2.233,3 triliun Kenaikan 2.540,4 triliun Kenaikan -307,1 triliun

2019 APBN[5] Kenaikan 2.165,1 triliun Kenaikan 2.461,1 triliun Penurunan -296,0 triliun

2018 APBN[6] Kenaikan 1.894,7 triliun Kenaikan 2.220,6 triliun Penurunan -325,9 triliun

2017 APBN-P[7] Penurunan 1.736,1 triliun Kenaikan 2.133,3 triliun Kenaikan -397,2 triliun

APBN[8] Penurunan 1.750,3 triliun Penurunan 2.080,5 triliun Kenaikan -330,2 triliun

2016 APBN-P[9] Penurunan 1.786,2 triliun Penurunan 2.082,9 triliun Kenaikan -296,7 triliun

APBN[10] Kenaikan 1.822,5 triliun Kenaikan 2.095,7 triliun Kenaikan -273,2 triliun

2015 APBN-P[11] Penurunan 1.761,6 triliun Penurunan 1.984,1 triliun Penurunan -222,5 triliun

APBN[12] Kenaikan 1.793,6 triliun Kenaikan 2.039,5 triliun Kenaikan -245,9 triliun

2014 APBN-P[13] Penurunan 1.635,4 triliun Kenaikan 1.876,9 triliun Kenaikan -241,5 triliun

APBN[14] Kenaikan 1.667,1 triliun Kenaikan 1.842,5 triliun Penurunan -175,4 triliun

2013 APBN-P[15] Penurunan 1.502,0 triliun Kenaikan 1.726,2 triliun Kenaikan -224,2 triliun

APBN[16] Kenaikan 1.529,7 triliun Kenaikan 1.683,0 triliun Penurunan -153,3 triliun

2012 APBN-P[17] Kenaikan 1.358,2 triliun Kenaikan 1.548,3 triliun Kenaikan -190,1 triliun

APBN[18] Kenaikan 1.311,4 triliun Kenaikan 1.435,4 triliun Penurunan -124,0 triliun

2011 APBN-P[19] Kenaikan 1.169,9 triliun Kenaikan 1.320,8 triliun Kenaikan -150,8 triliun

APBN[20] Kenaikan 1.104,9 triliun Kenaikan 1.229,6 triliun Penurunan -124,7 triliun

2010 APBN-P[21] Kenaikan 992,4 triliun Kenaikan 1.126,1 triliun Kenaikan -133,8 triliun

APBN[22] Kenaikan 949,7 triliun Kenaikan 1.047,7 triliun Penurunan -98,0 triliun

2009 APBN-P[23] Penurunan 871,0 triliun Penurunan 1.000,8 triliun Kenaikan -129,8 triliun

APBN[24] Kenaikan 985,7 triliun Kenaikan 1.037,1 triliun Penurunan -51,3 triliun

2008 APBN-P[25] Kenaikan 895,0 triliun Kenaikan 989,5 triliun Kenaikan -94,5 triliun

APBN[26] Kenaikan 781,4 triliun Kenaikan 854,7 triliun Kenaikan -73,3 triliun